Tulisan
ini terinspirasi setelah saya membaca buku sang “post-mo”
Michael-Foucault “Seks dan Sejarah” serta menonton film “Cleopatra” di
salah satu TV swasta beberapa waktu lalu. Wanita dalam sejarah, apalagi
“wanita istana” sering membuat sejarah berubah dari “alur resmi” atau
“alur yang harus semestinya”, setidaknya demikian kata Havelock Ellis,
“Darwinnya” Ilmu sejarah asmara. Mengikuti sejarah asmara tokoh-tokoh
terkenal sepanjang zaman, membuat kita bisa memahami mengapa ada
beberapa kalangan sejarawan menempatkan seks sebagai salah satu faktor
pemicu perubahan sejarah. Dalam setiap abad, diberbagai tempat dan dalam
berbagai strata sosial, kisah-kisah petualangan orang besar tidak bisa
dilepaskan dari “peran” wanita (baca: asmara). Sejarah Peradaban Islam
juga demikian. Bacalah secara objektif, sejarah para Sultan pasca
Khulafaurrasyidin, wanita menjadi “cerita menarik sekaligus memiriskan”.
Harem, sebuah “konsep sensualitas-erotik” kerajaan Turki Utsmany,
menjadi catatan sejarah bagaimana wanita menjadi bahagian penting dalam
kehidupan para Sultan. Cerita 1001 malam Dinasti Abbasiyah, Selat
Bhosporus yang menjadi kuburan ratusan para selir Sultan, hingga jumlah
istri dan selir para Sultan “ummat Islam” mutakhir. Konon, Sultan
Kuwait, Sultan Sabah al-Nahayan memiliki ratusan selir, dan seterusnya,
dan seterusnya. Intinya, intrik politik, dalam peradaban ummat manusia
ini, mulai dari “zaman batu” hingga zaman “Maria Eva”, kehadiran wanita
menjadi salah satu penentu jalannya gerak sejarah, termasuk wanita
fenomenal yang hingga hari ini tetap melegenda : CLEOPATRA.
Cleopatra
(sekitar 69 SM.), adalah Ratu Mesir yang dikenal molek dan termasuk
pelopor penggunaan kosmetika. Selain cantik (namun ada catatan
arkeologis yang menggambarkan bahwa Cleopatra tidak bisa dibilang cantik
karena hidungnya melengkung dan bermulut lebar), Cleopatra juga
cerdas. Konon, wanita bangsawan keturunan Yunani-Macedonia ini menguasai
bermacam-macam bahasa. Tutur katanya mempesona, dan Cleopatra “suhu”
dalam bidang asmara. Ia sangat menggairahkan dan sangat pandai
mengkondisikan suasana romantik-erotik. Tak heran, bila Markus Antonius,
utusan pemerintah Roma (baca: Romawi), tergila-gila dengan Cleopatra.
Sering ia menyajikan tarian-tarian erotik pada tamunya, dan bahkan (bila
dilihat dari film Cleopatra), si cantik ini acapkali menyelingi
percakapannya dengan lelucon seks. Seorang tamu dari Roma mendapat
suguhan tarian dewa laut Glaucus, penari tampil tanpa busana (dalam film
tidak begitu menonjol, mungkin sudah disensor), seluruh tubuh dicat
dengan warna biru, berguling-guling di lantai. Bahwa Cleopatra gila
seks, tak ada yang memungkiri dan sudah bukan rahasia lagi. Kalau tidak
salah, Cleopatra pernah dijuluki oleh salah seorang sejarawan Yunani
sebagai “Meriochane” – kira-kira artinya “perempuan yang sanggup menelan
10.000 laki-laki”. Wow. Bahkan, bisik-bisik para tetamu ketika
Cleopatra menjamu mereka di istananya, terungkap bahwa Cleopatra pernah
secara khusus melayani “belasan” bangsawan Romawi hanya dalam beberapa
malam. Musuh terbesar Cleopatra adalah Raja Herodes dari Israel. Ia
satu-satunya raja pada masa ini yang menjuluki Cleopatra sebagai wanita
jalang. Konon, Cleopatra pernah merayunya, tapi gagal.
Dalam
sejarah Mesir, tercatat perkawinan Cleopatra yang pertama dengan
saudara kandungnya sendiri, Ptolomeus XIII, demi menjaga kemurnian darah
kerajaan. Hal ini biasa terjadi pada masa kerajaan-kerajaan dunia
kuno-klasik (khususnya di dunia barat dan tengah). Setelah Ptolomeus
XIII meninggal, Cleopatra kembali kawin dengan adik laki-lakinya yang
berusia 12 tahun, Ptolomeus XIV. Namun perkawinan ini tidak diwarnai
dengan hubungan seks, hanya untuk meraih kedudukan sebagai Ratu Mesir.
Konon (sekali lagi konon), Cleopatra termasuk wanita yang “dini”
mengenal seks, umur 12 tahun. Ketika ia berumur 21 tahun, Cleopatra
melakukan hubungan asmara dengan Julius Caesar, diktator Romawi yang
berusia 52 tahun. Julius Caesar tak mungkin memperistri Cleopatra karena
ia telah memiliki istri resmi di Roma. Cleopatra “disimpannya” di
Mesir. Caesar sangat mengagumi Cleopatra, untuk tidak menyebutnya
tergila-gila. Ia membuat patung Cleopatra di sebuah kuil, menempati
sebuah sudut untuk memuja Venus – Dewi Kecantikan. Tindakan ini akhirnya
menimbulkan amarah masyarakat Roma. Dengan alasan belum mendapatkan
anak laki-laki dari istrinya, Caesar menarik Cleopatra ke Roma. Tentu
kehadiran Cleopatra ditentang masyarakat Roma bahkan para penjaga istana
menyanyikan lagu ejekan buat Cleopatra :”perempuan jalan” dansebagainya.
Setelah
Caesar terbunuh, Cleopatra kembali ke Mesir. Cleopatra yang cerdas
menyusun siasat untuk mengambil hati pemimpin Roma yang baru, Markus
Antonius. Dengan sebuah kapal istimewa, Cleopatra pergi ke Tarsus,
mengundang Markus Antonius. Ia mengenakan pakaian a-la Dewi Venus,
membawa perhiasan perak-emas di kapalnya. Musik tiup yang merdu
mengiringi kedatangan wanita sensual ini. Sesampai di Roma, ia turun
dengan dikawal pengawal yang memakai pakaian Dewa Asmara. Di Tarsus ini,
Cleopatra mengadakan pesta berhari-hari, membagi-bagikan hadiah untuk
para prajurit Markus Antonius. Dimana Cleopatra ? ia “berasyikmasyuk”
dengan Markus di dalam tenda khusus. Ketika Markus Antonius kembali ke
Roma, Cleopatra balik ke Mesir. Cleopatra mengandung bayi kembar Markus
Antonius. Beberapa tahun kemudian, Markus bercerai dengan istrinya,
Oktavia. Cleopatra kemudian disusulnya ke Mesir. Sebelum Markus ke
Mesir, beliau terlibat konflik dengan kemenakannya Octavian (saudara
kembar istrinya : Octavia). Kedatangan Markus ke Mesir, disamping
tentunya menemui Cleopatra, juga melarikan diri dari serbuan
kemenakannya yang telah berhasil merebut singgasana Roma pasca kematian
Octavia. Ketika kabar Markus lari ke Mesir, pasukan Octavian menyerang
Mesir dan menaklukkannya. Ketika tentara Octavian menduduki Mesir,
Cleopatra bersembunyi dalam mussoleumnya yang dikawal oleh tiga orang
prajurit. Markus mendengar bahwa Cleopatra meninggal bunuh diri. Karena
kehilangan “energi hidup”, akhirnya Markus berusaha pula bunuh diri.
Ketika maut belum menjemput Markus, tersiar kabar bahwa Cleopatra masih
hidup. Tergopoh-gopoh Markus Antonius dibawa ke Mussoleum persembunyian
Cleopatra. Akhirnya, dalam pangkuan Cleopatra, Markus Antonius
meninggal. Cleopatra tertangkap. Upayanya untuk merayu Octavian tidak
berhasil. Karena menganggap bunuh diri jauh lebih terhormat daripada
menanggung malu, akhirnya Cleopatra menikam perutnya dengan pedang.
Cleopatra menyusul Markus Antonius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar